Nama : Ir. Basuki Tjahja Purnama
Nama Panggilan : Ahok
Tempat Lahir : Manggar, Belitung Timur
Tanggal Lahir : 29 Juni 1966
Agama : Kristen Protestan
Nama Isteri : Veronica,ST
Nama Anak Pertama : Nicholas
Nama Anak Kedua : Nathania
Nama Anak Ketiga : Daud Albeenner
Nama Bapak : Indra Tjahja Purnama [Alm]
Nama Ibu : Buniarti Ningsih
Perjalanan Awal
Basuki T Purnama (BTP) yang akrab dipanggil Ahok lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, Belitung Timur.
Ia melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMU) dan perguruan tinggi di Jakarta dengan memilih Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi Universitas Trisakti.
Setelah menamatkan pendidikannya dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi (Insiyur geologi) pada tahun 1989, Basuki pulang kampung–menetap di Belitung dan mendirikan perusahaan CV Panda yang bergerak dibidang kontraktor pertambangan PT Timah.
Menggeluti dunia kontraktor selama dua tahun, Basuki menyadari betul hal ini tidak akan mampu mewujudkan visi pembangunan yang ia miliki, karena untuk menjadi pengelolah mineral selain diperlukan modal (investor) juga dibutuhkan manajemen yang profesional.
Untuk itu Basuki memutuskan kuliah S-2 dan mengambil bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Mendapat gelar Master in Bussiness Administrasi (MBA) atau Magister Manajemen (MM) membawa Basuki diterima kerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta, yaitu perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek. Karena ingin konsentrasi pekerjaan di Belitung, pada tahun 1995 Basuki memutuskan untuk berhenti bekerja dan pulang ke kampung halamannya.
Perlu diketahui, tahun 1992 Basuki mendirikan PT Nurindra Ekapersada sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995. Bagi Basuki, pabrik yang berlokasi di Dusun Burung Mandi, Desa mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur ini diharapkan dapat menjadi proyek percontohan bagaimana mensejahterakan stakeholder (pemegang saham, karyawan, dan rakyat) dan juga diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah Belitung Timur dengan memberdayakan sumber daya mineral yang terbatas. Di sisi lain diyakini PT Nurindra Ekapersada memikili visi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh.
Berangkat dari visi seperti itulah pada tahun 1994, Basuki didukung oleh seorang tokoh pejuang kemerdekaan Bapak alm Wasidewo untuk memulai pembangunan pabrik pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau Belitung dengan memamfaatkan teknologi Amerika dan Jerman. Pembangunan pabrik ini diharapkan juga memberikan harapan besar menjadi cikal bakal tumbuhnya suatu kawasan industri dan pelabuhan samudra dengan nama KIAK (Kawasan Industri Air Kelik).
Kiprah Politik
Semua berawal dari kisah pahit yang dialami Ahok. Sebagai pengusaha di tahun 1995 Ahok mengalami sendiri pahitnya berhadapan dengan politik dan birokrasi yang korup. Pabriknya ditutup karena ia melawan kesewenang-wenangan pejabat. Sempat terpikir olehnya untuk hijrah dari Indonesia ke luar negeri, tetapi keinginan itu ditolak oleh sang ayah yang mengatakan bahwa suatu hari nanti rakyat akan memilih Ahok untuk memperjuangkan nasib mereka.
Dikenal sebagai keluarga yang dermawan di kampungnya, sang ayah yang dikenal dengan nama Kim Nam, memberikan ilustrasi kepada Ahok. Jika seseorang ingin membagikan uang 1 milyar kepada rakyat masing-masing 500 ribu rupiah, ini hanya akan cukup dibagi untuk 2000 orang. Tetapi jika uang tersebut digunakan untuk berpolitik, bayangkan jumlah uang di APBD yang bisa dikuasai untuk kepentingan rakyat. APBD kabupaten Belitung Timur saja mencapai 200 milyar di tahun 2005.
Bermodal keyakinan bahwa orang miskin jangan lawan orang kaya dan orang kaya jangan lawan pejabat (Kong Hu Cu), keinginan untuk membantu rakyat kecil di kampungnya, dan juga kefrustasian yang mendalam terhadap kesemena-menaan pejabat yang ia alami sendiri, Ahok memutuskan untuk masuk ke politik di tahun 2003.
Pertama-tama ia bergabung dibawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang saat itu dipimpin oleh Dr. Sjahrir. Pada pemilu 2004 ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Dengan keuangan yang sangat terbatas dan model kampanye yang lain dari yang lain, yaitu menolak memberikan uang kepada rakyat, ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009.
Selama di DPRD ia berhasil menunjukan integritasnya dengan menolak ikut dalam praktik KKN, menolak mengambil uang SPPD fiktif, dan menjadi dikenal masyarakat karena ia satu-satunya anggota DPRD yang berani secara langsung dan sering bertemu dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka sementara anggota DPRD lain lebih sering “mangkir”.
Setelah 7 bulan menjadi DPRD, muncul banyak dukungan dari rakyat yang mendorong Ahok menjadi bupati. Maju sebagai calon Bupati Belitung Timur di tahun 2005, Ahok mempertahankan cara kampanyenya, yaitu dengan mengajar dan melayani langsung rakyat dengan memberikan nomor telfon genggamnya yang juga adalah nomor yang dipakai untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Dengan cara ini ia mampu mengerti dan merasakan langsung situasi dan kebutuhan rakyat. Dengan cara kampanye yang tidak “tradisional” ini, yaitu tanpa politik uang, ia secara mengejutkan berhasil mengantongi suara 37,13 persen dan menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Padahal Belitung Timur dikenal sebagai daerah basis Masyumi, yang juga adalah kampung dari Yusril Ihza Mahendra.
Bermodalkan pengalamannya sebagai pengusaha dan juga anggota DPRD yang mengerti betul sistem keuangan dan budaya birokrasi yang ada, dalam waktu singkat sebagai Bupati ia mampu melaksanakan pelayanan kesehatan gratis, sekolah gratis sampai tingkat SMA, pengaspalan jalan sampai ke pelosok-pelosok daerah, dan perbaikan pelayanan publik lainya. Prinsipnya sederhana: jika kepala lurus, bawahan tidak berani tidak lurus. Selama menjadi bupati ia dikenal sebagai sosok yang anti sogokan baik di kalangan lawan politik, pengusaha, maupun rakyat kecil. Ia memotong semua biaya pembangunan yang melibatkan kontraktor sampai 20 persen. Dengan demikian ia memiliki banyak kelebihan anggaran untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Kesuksesan ini terdengar ke seluruh Bangka Belitung dan mulailah muncul suara-suara untuk mendorong Ahok maju sebagai Gubernur di tahun 2007. Kesuksesannya di Belitung Timur tercermin dalam pemilihan Gubernur Babel ketika 63 persen pemilih di Belitung Timur memilih Ahok. Namun sayang, karena banyaknya manipulasi dalam proses pemungutan dan penghitungan suara, ia gagal menjadi Gubernur Babel.
Dalam pemilu legislatif 2009 ia maju sebagai caleg dari Golkar. Meski awalnya ditempatkan pada nomor urut keempat dalam daftar caleg (padahal di Babel hanya tersedia 3 kursi), ia berhasil mendapatkan suara terbanyak dan memperoleh kursi DPR berkat perubahan sistem pembagian kursi dari nomor urut menjadi suara terbanyak.
Selama di DPR, ia duduk di komisi II. Ia dikenal oleh kawan dan lawan sebagai figur yang apa adanya, vokal, dan mudah diakses oleh masyarakat banyak. Lewat kiprahnya di DPR ia menciptakan standard baru bagi anggota-anggota DPR lain dalam anti-korupsi, transparansi dan profesionalisme. Ia bisa dikatakan sebagai pioner dalam pelaporan aktivitas kerja DPR baik dalam proses pembahasan undang-undang maupun dalam berbagai kunjungan kerja. Semua laporan bisa diakses melalui websitenya. Sementara itu, staf ahlinya bukan hanya sekedar bekerja menyediakan materi undang-undang tetapi juga secara aktif mengumpulkan informasi dan mengadvokasi kebutuhan masyarakat. Saat ini, salah satu hal fundamental yang ia sedang perjuangkan adalah bagaimana memperbaiki sistem rekrutmen kandidat kepala daerah untuk mencegah koruptor masuk dalam persaingan pemilukada dan membuka peluang bagi individu-individu idealis untuk masuk merebut kepemimpinan di daerah.
Ahok berkeyakinan bahwa perubahan di Indonesia bergantung pada apakah individu-individu idealis berani masuk ke politik dan ketika di dalam berani mempertahankan integritasnya. Baginya, di alam demokrasi, yang baik dan yang jahat memiliki peluang yang sama untuk merebut kepemimpinan politik. Jika individu-individu idealis tidak berani masuk, tidak aneh kalau sampai hari ini politik dan birokrasi Indonesia masih sangat korup. Oleh karena itu ia berharap model berpolitik yang ia sudah jalankan bisa dijadikan contoh oleh rekan-rekan idealis lain untuk masuk dan berjuang dalam politik. Sampai hari ini ia masih terus berkeliling bertemu dengan masyarakat untuk menyampaikan pesan ini dan pentingnya memiliki pemimpin yang bersih, transparan, dan profesional.
Di tahun 2006, Ahok dinobatkan oleh Majalah TEMPO sebagai salah satu dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia. Di tahun 2007 ia dinobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari penyelenggara negara oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan yang terdiri dari KADIN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Masyarakat Transparansi Indonesia. Melihat kiprahnya, kita bisa mengatakan bahwa berpolitik ala Ahok adalah berpolitik atas dasar nilai pelayanan, ketulusan, kejujuran, dan pengorbanan; bukan politik instan yang sarat pencitraan.
Tahun 2012 nama Ahok kian mencuat karena dipilih Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta yang diusung PDI-P dan Gerindra, setelah melalui dua tahap Pemilukada, akhirnya pasangan Jokowi-Basuki ditetapkan sebagai pemenang dan dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 pada 15 Oktober 2012.
Pada 19 November 2014,
Ahok resmi dilantik menjadi Plt. Gubernur DKI Jakarta. Menggantikan Jokowi yang
terpilih sebagai Presiden RI pada Pemilu 2014. Namun, sebelum ia
dilantik sebagai Plt. Gubernur DKI Jakarta, rencana pelantikannya malah menuai
kontroversi, baik dari organisasi masyarakat tertentu maupun Koalisi Merah
Putih di DPRD DKI Jakarta. Penyebabnya ialah Ahok bukan Islam, dan Ahok juga
selaku kader Partai Gerindra berani mengambil resiko atas segala sikapnya yang
tak sepakat dengan langkah Partai Gerindra untuk mendukung pemilihan kepala
daerah melalui jalur DPRD. Disaat itu, Ahok mengambil sikap untuk memilih keluar dari Partai Gerindra. Dan ini dapat dimaklumkan, karena karier politik
Ahok sejak awal dibangun dengan sistem pilkada langsung oleh rakyat. Tanpa
pilkada langsung oleh rakyat maka nama Ahok belum tentu muncul dipanggung
nasional apabila pilkada dilakukan oleh DPRD.
Kemudian pada tahun
2016, Ahok memiliki niat untuk maju kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta pada
tahun 2017. Berbekal dukungan dari komunitas kaum muda bernama Teman Ahok, Ahok
memutuskan untuk maju dalam pencalonan pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017
melalui jalur independen. Dan oleh Ahok sendiri, ia menyodorkan Heru sebagai
pasangannya untuk maju dijalur independen kepada komunitas Teman Ahok, dengan alasan bahwa
Heru adalah sosok yang bersih, dikarenakan Heru sebagai PNS berani pasang badan
untuk memperjuangkan transparansi perencanaan dan penggunaan anggaran di DKI
Jakarta bersama dirinya. Selain itu, Ahok juga memiliki beberapa alasan kenapa
dia harus maju melalui jalur independen berbekal dukungan dari komunitas Teman Ahok. Adapun
alasan Ahok memilih maju melalui jalur independen dalam pencalonan dirinya
sebagai gubernur DKI Jakarta 2017, ialah sebagai berikut:
1.
Ahok
Tidak Mau Kecewakan Masyarakat Yang Mendukungnya
Kepemimpinan
Ahok yang dianggap tegas, mampu memberantas korupsi, dan membela rakyat kecil
di Jakarta merupakan landasan kuat
kenapa masyarakat sangat antusias berpartisipasi dalam politik untuk mendukung
Ahok maju melalui jalur independen. Dan ini dibuktikan melalui munculnya
komunitas masyarakat bernama Teman Ahok. Sebagai pihak yang mendukung Ahok,
komunitas Teman Ahok menunjukkan eksistensinya dalam berpartisipasi secara politik demi
impian mereka yaitu memperoleh pemimpin yang ideal untuk DKI Jakarta.
Eksistensi partisipasi politik yang ditunjukkan oleh komunitas Teman Ahok dapat terlihat
jelas tentang bagaimana cara mereka memperjuangkan dan mewujudkan kepentingan
mereka sebagai masyarakat untuk memperoleh pemimpin yang ideal bagi mereka. Komunitas
masyarakat yang bernama Teman Ahok ini berpartisipasi secara politik dengan
cara mengumpulkan KTP, menjual cendera mata bahkan mencetak spanduk, baliho,
dan lain sebagainya secara sukarela, tanpa harus dimobilisasi oleh Ahok.
Oleh karena
tingginya partisipasi politik masyarakat untuk memperjuangkan Ahok sebagai
pemimpin mereka untuk DKI Jakarta pada tahun 2017-2022, maka Ahok tidak mau
mengecewakan masyarakat yang mendukungnya tersebut.
2.
Tahan
Laju Deparpolisasi
Ahok menyatakan, kehadiran calon
independen juga berguna untuk menahan laju gerakan masyarakat melakukan
deparpolisasi. Setidaknya dengan adanya calon independen, masyarakat punya
pilihan, tidak serta-merta mengecilkan parpol.
Munculnya calon independen, menurut
Ahok, juga karena diperbolehkan dalam undang-undang yang dibuat oleh partai
politik. Sehingga jika ada partai yang menyatakan kemunculan calon independen
sebagai upaya deparpolisasi adalah pandangan menyesatkan.
3.
Profesionalitas
Parpol Dipertanyakan
Menurut Ahok bahwa calon independen
tidak akan ada jika partai politik bisa melahirkan calon pemimpin secara
profesional dikarenakan sampai saat ini kebanyakan parpol yang ada di Indonesia
belum menerapkan sistem yang profesional dalam melahirkan calon pemimpin. Hal
ini diduga terjadi karena dominasi petinggi parpol.
4.
Biaya
Parpol Mahal
Menurut
Ahok bahwa partai politik cukup efektif mengumpulkan dukungan masyarakat
dikarenakan Partai politik memiliki
jaringan hingga ke bawah. Namun, untuk menggerakkan mesin partai, juga memerlukan
dana yang tidak sedikit. Mesin partai harus digerakkan sehingga dukungan untuk
calon yang diusung bisa menang pilkada.
Bertolak belakang dengan rencana awal, yakni maju
lewat jalur independen, Ahok malah memilih maju melalui jalur partai politik.
Meski demikian, ia menegaskan tidak akan meninggalkan relawannya yaitu komunitas Teman Ahok. Dan Ahok juga mengungkapkan beberapa alasan kenapa
dirinya harus memilih maju melalui jalur partai politik dalam pencalonan
dirinya sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2017. Alasan Ahok memilih maju
melalui jalur partai politik dalam pencalonan dirinya sebagai calon gubernur
DKI Jakarta 2017, ialah sebagai berikut:
1.
Ada Kesamaan
Tujuan, Baik dari Tim Relawan maupun Partai Politik Yang Mendukungnya
Menurut Ahok, dia melihat ada
kesamaan tujuan, baik dari tim relawan maupun partai politik yang mendukungnya.
Komunitas Teman Ahok dengan tiga partai pendukung, yakni Partai NasDem, Hanura, dan
Golkar, dinilai sama-sama ingin Ahok maju dalam pilgub DKI Jakarta.
2.
Partai
Politik Menumbuhkan Kepercayaan Kepada Relawan
Ahok menuturkan, partai
politik mampu menumbuhkan kepercayaan kepada relawannya untuk memberikan
dukungan secara tertulis. Menurut Ahok, tindakan seperti itu membuktikan
kesungguhan partai politik untuk mendukung dirinya. Dikarenakan disaat komunitas
Teman Ahok meminta dukungan tertulis, dengan cepat ketua umum dari tiga partai
politik yaitu Nasdem, Hanura, Golkar, mengabulkan permintaan dukungan dari komunitas Teman Ahok untuk mendukung Ahok maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
3.
Partai
Politik Sudah Mampu Menghargai Anak-Anak Muda
Ahok menyatakan bahwa ada
sejarah baru dan ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah pemilihan kepala
daerah di Indonesia, yang membuat partai politik tunduk pada kehendak rakyat.
Ahok melihat partai politik sudah mampu menghargai anak-anak muda yang giat
mencari dukungan politik ke masyarakat untuk dirinya.
4.
Komunitas Teman Ahok
Mampu Menghargai Partai Politik
Ahok menilai bahwa komunitas
Teman Ahok sendiri ternyata mampu menghargai partai politik yang menunjukkan
iktikad baik dengan memberikan dukungan. Komunitas Teman Ahok menganggap parpol sebagai
orang tua.
Di saat Ahok telah memutuskan untuk maju melalui
jalur partai politik, Ahok tetap harus memutuskan siapa yang pantas menjadi
pendampingnya untuk maju dalam pilgub DKI Jakarta 2017. Ahok harus memilih
apakah Heru atau Djarot yang menjadi pendampingnya dalam pilgub DKI Jakarta 2017. Namun, ia menjatuhkan pilihannya kepada Djarot,
dengan alasan bahwa Djarot cocok dengannya dan sejalan dengannya.
Setelah Ahok mendapatkan dukungan dari komunitas Teman Ahok, dan dukungan dari
tiga partai yaitu Nasdem, Hanura, dan Golkar, serta mendapatkan pendamping yang pantas yaitu Djarot, Ahok tetap musti berjuang
memperoleh dukungan dari partai pemenang pemilu yaitu PDI-Perjuangan. Disaat
Ahok hendak mendapatkan dukungan dari PDI-Perjuangan, banyak proses lika-liku
yang harus dihadapi Ahok. Akan tetapi dikarenakan kebaikan hati dan kasih
sayang ibunda Megawati Soekarno Putri terhadap warga DKI Jakarta, dan niat mulia Ibunda Megawati Soekarno Putri
untuk mengakomodir dan memperjuangkan rasa puas warga DKI Jakarta tehadap
kinerja Ahok, maka oleh Ibunda Megawati Soekarno Putri selaku Ketua Umum PDI
Perjuangan, Ahok ditetapkan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2017 dari PDI
Perjuangan dengan syarat, Ahok harus mampu menjalankan sepenuhnya Dasa Prasetya
PDI Perjuangan.
Ahok dan Penggusuran
Ada 12 penggusuran dalam dua tahun kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pengusuran terakhir dilakukan Pemprov DKI di wilayah Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.
Berikut 12 penggusuran yang dilakukan Ahok sejak dilantik 19 November 2014 hingga saat ini.
1. Kolong Tol Prof Sedyatmo Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
Penertiban dilakukan pada 29 Februari 2016. Meski pada tahun 2015 pernah ditertibkan, namun warga kembali menduduki kolong tol tersebut. Dalam penertiban ini tidak ada warga yang direlokasi ke rusun, karena warga bukan penduduk Jakarta dan menempati lahan negara.
2. Kampung Pulo, Jakarta Timur
Ada ratusan rumah yang digusur Pemprov DKI Jakarta di tempat ini. Alasan penertiban untuk memuluskan program normalisasi sungai Ciliwung. Pengerukan sedimentasi sungai dilakukan agar banjir kiriman dari Bogor tidak meluap ke permukiman warga.
Warga direlokasi ke Rusunawa Jatinegara Barat, Rusun Cibesel dan Rusun Pulogebang di Jakarta Timur.
3. Bidaracina, Jakarta Timur
Bidaracina menjadi kawasan yang terkena imbas dari normalisasi Sungai Ciliwung. Kawasan ini ditertibkan karena akan dibuat sodetan. Menurut Ahok, penggusuran warga Bidaracina dan Kampung Pulo berbeda berdasarkan kepemilikan tanah.
Tanah di Kampung Pulo merupakan milik negara, tanpa ada status sertifikat kepemilikan, sementara Bidaracina memiliki sertifikat, sehingga Pemprov akan membayar ganti rugi kepada mereka yang memiliki sertifikat.
4. Bukit Duri, Jakarta Selatan, Tahap pertama
Penggusuran dilakukan pada 4-12 januari 2016 dengan alasan normalisasi Kali Ciliwung. Warga yang terkena penggusuran di relokasi rusunawa Cipinang Besar Selatan (Cibesel) dan Rusunawa Pulogebang, Jakarta Timur.
Kawasan ini sebelumnya juga pernah dilakukan penggusuran. Ada 97 rumah yang digusur karena berada di bibir Sungai Ciliwung yang akan dinormalisasi. Kala itu, warga Bukit Duri sempat meminta dibangun kampung deret jika mau dilakukan relokasi.
5. Pinangsia, Jakarta Barat
Kelurahan Pinangsia RW 06 memiliki tiga kampung yaitu Kunir RT 04, Balokan RT 05 dan RT 06 di Kecamatan Tamansari Jakarta Barat. Kampung yang sudah ada sejak tahun 1970-an ini semuanya berada di pinggiran sungai Anak kali Ciliwung.
6. Kemayoran, Jakarta Pusat
Penggusuran di lahan seluas 1.000 M2 di Ketapang Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat pun dieksekusi Keamanan dan Ketertiban (Trantib) gabungan Kota Jakarta Pusat.
7. Waduk Pluit, Jakarta Utara
Proyek normalisasi Waduk Pluit yang telah berjalan sejak tahun 2012 ini telah berhasil membongkar 7.000 unit rumah dari 10.000 unit rumah yang ada.
Tahun 2014 sudah ditertibkan 2.000 bangunan, tahun 2015 penertiban tahap II target 2.000 bangunan lagi dan tahap III tahun 2016 target 3.000 bangunan ditertibkan.
8. Menteng Dalam, Jakarta Selatan
Sebanyak 185 bangunan liar di atas saluran air sepanjang 500 meter di Jalan Menteng Pulo, RT 05 RW 14, Menteng Dalam, Jakarta Selatan, ditertibkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
9. Kali Krukut, Jakarta Pusat
Ratusan bangunan liar yang berdiri di bantaran kali Krukut, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat, dibongkar paksa petugas Satpol PP pada Rabu 30 September 2015.
Pembongkaran lebih dari 250 bangunan liar ini sengaja dilakukan Pemprov DKI, guna menormalisasi kali Krukut yang selama ini dipenuhi sampah akibat banyaknya bangunan liar.
10. Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan
Pada hari Rabu (28/9/2016), Pemprov kembali menggusur ratusan bangunan lain milik warga di RW 9, RW 10, RW 11, RW 12, Kelurahan Bukit Duri, karena dianggap ilegal. Hanya 11 bangunan di RW 10 yang tidak digusur.
Sebanyak 314 kepala keluarga terdampak penggusuran pun hanya bisa pasrah. Tidak ada perlawanan fisik yang dilakukan warga.
11. Pasar Ikan, Jakarta Utara
Penertiban kawasan Pasar Ikan dilakukan pada 30 Maret- 1 April 2016. Kawasan ini direncanakan akan dibangun menjadi kawasan wisata maritim.
Warga Pasar Ikan direlokasi ke Rusunawa Marunda, Jakarta Utara dan Rusunawa Rawa Bebek, Jakarta Timur.
Penggusuran kawasan permukiman Luar Batang ini, selain karena dianggap melanggar Peraturan Daerah (Perda) soal pembangunan, Gubernur Ahok berencana membangun kawasan itu menjadi tempat wisata bahari dan religi di sekitar Masjid Luar Batang.
Penggusuran dilakukan di tiga lokasi di kawasan Luar Batang, yakni Kampung Akuarium, Pasar Ikan, dan sekitar Museum Bahari.
12. Kalijodo, Jakarta Utara
Penggusuran ini dilakukan pada 18-19 Januari 2016 dengan alasan kawasan ini peruntukannya adalah jalur hijau. Jadi akan dibangun jalan beton sepanjang Jalan Kepanduan yang akan dijadikan sebagai jalur joging dan futsal. Juga akan dibangun ruang terbuka hijau.
Warga direlokasi ke Rusunawa Marunda, Cilincing, Jakarta Utara dan Rusunawa Pulogebang, Jakarta Timur.
Kebijakan Yang Dipilih Ahok Sebelum, Saat, dan Sesudah Penggusuran
Dibalik penggusuran tetap ada hikmah yang bisa dipetik dikarenakan sebagai seorang pemimpin: [1] Ahok tetap melakukan tata kelola pemerintahan yang baik, dikarenakan: [a] Ahok dalam menggusur berlandaskan pada regulasi yang ada di Negara Indonesia khususnya Provinsi DKI Jakarta, dan [b] Ahok menerapkan kebijakan yaitu uji sertifikasi lahan terlebih dahulu dalam proses ganti rugi lahan masyarakat yang digusur, [2] Ahok tetap memikirkan rakyatnya, [3] Ahok tetap peduli terhadap lingkungan hidup, dan [4] Ahok tetap fokus menata kota. Hal ini dapat dibuktikan melalui kebijakan yang dipilih Ahok sebelum, saat, dan sesudah penggusuran,sebagai berikut:
Aktor Utama Penggusuran Dimata Warga DKI Jakarta
|
Kebijakan Yang Dipilih Berdasarkan Bidang
|
Kebijakan Yang Dipilih
|
Sebelum
Penggusuran
|
Saat Penggusuran
|
Sesudah Penggusuran
|
AHOK
|
Hukum
|
Menggusur Berlandaskan Peraturan Perundang-undangan [cth: UU,PP, PERDA]
|
Menggusur Berlandaskan Peraturan Perundang-undangan [cth: UU,PP, PERDA]
|
Berpegang Teguh Pada Peraturan Perundang-undangan [cth: UU,PP, PERDA]
|
Kependudukan
|
Pemetaan Penduduk Asli Domisili Jakarta Dan Bukan Penduduk Jakarta
|
Memastikan, dan Memperhatikan Penduduk Asli Berdomisili Jakarta
|
- Memulangkan Penduduk Yang Bukan Berdomisili Jakarta Melalui Program OT [Orang Terlantar]
- Mengutamakan Penduduk Asli Berdomisili Jakarta
|
Lingkungan Hidup
|
Normalisasi Waduk dan Kali/Sungai
|
Normalisasi Waduk dan Kali/Sungai
|
Merealisasikan Normalisasi Waduk dan Kali/Sungai
|
Pertanahan
|
Menguji Keaslian Sertifikat Lahan dan Melakukan Ganti Rugi bagi Lahan Yang Bersertifikat dan Bukan Lahan Negara
|
Menguji Keaslian Sertifikat Lahan dan Melakukan Ganti Rugi bagi Lahan Yang Bersertifikat dan Bukan Lahan Negara
|
Menguji Keaslian Sertifikat Lahan dan Melakukan Ganti Rugi bagi Lahan Yang Bersertifikat dan Bukan Lahan Negara
|
Tata Ruang Kota
|
- Relokasi
- Merencanakan dan Menyediakan Rusun, RTH, dan RPTRA Terlebih Dahulu
- Merencanakan Pembangunan Tempat Wisata Bahari dan Religi
- Mempersiapkan Personel Satpol PP Dalam Penggusuran
|
- Relokasi
- Satpol PP Garda Terdepan Dalam Penggusuran
|
- Menjamin rusun tetap tersedia bagi pihak yang diberi relokasi
- Menyewakan Rusun
- Merealisasikan RTH dan RPTRA
- Merealisasikan Pembangunan Tempat Wisata Bahari dan Religi
|
Kesejahteraan
|
Merencanakan, Mempersiapkan, dan Menjamin tersedianya Bantuan Modal dan Fasilitas Lainnya
|
Mempersiapkan, dan Menjamin tersedianya Bantuan Modal dan Fasilitas Lainnya
|
- Mempersiapkan, dan Menjamin tersedianya Bantuan Modal dan Fasilitas Lainnya
- Menggratiskan Wisma Milik Pemprov DKI Jakarta bagi warga DKI Jakarta yang tak mampu bayar sewa Rusun
|
Ahok dan
Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras
Menurut Ahok, kisah pembelian Rumah Sakit Jiwa
Sumber Waras berawal dari aksi massa yang berasal dari organisasi serikat
pekerja Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras. Pada waktu itu, massa dari organisasi serikat
pekerja Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras menyatakan dalam aksi mereka bahwa
sejumlah karyawan atau pekerja dari Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras akan di PHK, dan Rumah
Sakit Jiwa Sumber Waras tersebut akan dijual untuk dijadikan Mall. Mendengar Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras akan dijadikan Mall, Ahok geram. Akhirnya, Ahok berencana
membeli lahan tersebut. Saat itu Pemprov DKI Jakarta berencana membangun rumah sakit
pusat kanker.
Kemudian, Ahok menyatakan bahwa dirinya
melihat di running text salah satu media mengenai lahan Rumah Sakit Jiwa Sumber
Waras yang akan dibeli oleh Pemprov DKI Jakarta, dan hal itu membuat pihak yayasan
dari Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras merasa kaget, dikarenakan antara pihak yayasan
dan pihak Pemprov DKI Jakarta tidak saling mengenal satu sama lainnya. Bagi Ahok,
selama harga di bawah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) maka akan dibeli oleh Pemprov
DKI Jakarta. Negosiasipun terjadi. [Metro TV,2015].
Kini, pembelian lahan itu dipermasalahkan, karena
didasarkan hasil Audit Investigasi BPK yang keluar pada tanggal 7 Desember 2015
dinyatakan telah terjadi penyimpangan terhadap jual beli lahan Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras baik itu
dalam tahap perencanaan, penganggaran, pembentukan tim, proses pembelian lahan,
penentuan harga, dan penyerahan hasil sebagaimana yang diatur dalam UU No.2
Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Akibat
hasil audit Investigasi BPK tersebut maka Ahok diduga telah merugikan negara sebesar
Rp 173 milyar [Detikcom,2016].
Akan tetapi, menurut KPK berdasarkan Peraturan
Presiden no 40 tahun 2014 yang diperkuat dengan Surat Peraturan Kepala BPN no
5/2012 maka tidak ada indikasi kerugian negara yang dilakukan oleh Ahok, dikarenakan
tidak diperlukannya tahapan sesuai UU No.2 Tahun 2012 terhadap lahan yang luasnya
dibawah 5 hektar seperti lahan yang dimiliki oleh Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras
yang seluas 3,6 hektar. Artinya, proses
jual beli lahan Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras dapat dilakukan secara langsung [Kontan,
2016].
Yayasan Kesehatan Sumber Waras
(YKSW) Menang
Gugatan
Sebelumnya, Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) menggugat agar pengalihan tanah
dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) kepada
Pemprov DKI Jakarta dibatalkan. Yayasan
Kesehatan Sumber Waras (YKSW)
dinilai oleh Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) tidak
berhak mengalihkan tanah tersebut karena pendiri Yayasan
Kesehatan Sumber Waras (YKSW)
dinilai cacat hukum [Okezone,2016]
Tepat tanggal
10/1/2017, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) membacakan
putusan gugatan Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) dalam hal pengalihan
tanah dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) kepada
Pemprov DKI Jakarta. Dalam putusannya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Barat (PN Jakbar) menyatakan bahwa semua
gugatan yang diajukan oleh Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) ditolak dan
Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) wajib memikul biaya perkara sebesar Rp
516 ribu, dengan alasan bahwa Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) adalah lembaga sah yang berhak
mengalihkan SHGB kepada Pemprov DKI Jakarta. Sebab Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) memiliki SK Kementerian Hukum dan
HAM. Dan alasan berikutnya, menurut Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Barat (PN Jakbar), gugatan yang diajukan oleh Perhimpunan Sosial Candra Naya
(PSCN) ditolak, dikarenakan Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) sebagai penggugat
tidak bisa membuktikan mengenai
kepemilikan sertifikat hak guna tanah yang merupakan miliknya [Detikcom,2017].
Usai gugatan
Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) ditolak oleh Majelis hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Kuasa Hukum Perhimpunan Sosial Candra Naya
(PSCN), Amor Tampubolon, mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan tersebut
dan berencana mengajukan banding [Tribunnews, 2017].
Selanjutnya, disaat
Ahok mengetahui bahwa Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW)
memenangkan gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Ahokpun mulai angkat bicara ke media dan menyatakan bahwa langkah dirinya bersama Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) dalam hal melakukan jual beli
lahan Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras adalah sah. Dan bagi Ahok, langkah untuk membeli
tanah yang paling aman ialah melalui BPN dan diketahui oleh notaris [Poskediri,2017].
Strategi
Ahok Survive Menghadapi Kasus Rumah Sakit Sumber Waras
Komandan
yang handal dalam perang meningkatkan pengaruh moral dan patuh kepada hukum
serta peraturan. Demikianlah
ia berkuasa mengendalikan sukses –Sun Tzu-
Bersambung...