Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan, proyek kereta cepat
Jakarta-Bandung telah direncanakan sejak tahun 2008. Namun, karena dana yang
dibutuhkan besar proyek tersebut tidak kunjung diimplementasikan.
Pemerintahan Jokowi memutuskan
untuk membangun proyek prestisius tersebut. Direktur Transportasi Bappenas
Bambang Prihartono mengungkapkan, alasan pemerintahan Jokowi mengambil proyek
tersebut lantaran hasrat political will-nya berbeda. Karena memang dalam RPJMN Jokowi
ingin capai target pertumbuhan ekonomi 5% sampai 6%.
Atas pernyataan
Direktur Transportasi Bappenas Bambang Prihartono mengenai Kebijakan Kereta Cepat Jokowi, memunculkan pertanyaan dibenak penulis sebagai berikut:
a) Sejauhmana
pelaksanaan proyek ini bakal berjalan efektif?
b) Apa saja masalah yang dihadapi Jokowi terkait pelaksanaan
proyek Kereta Cepat?
c) Mungkinkah
Jokowi mampu mewujudkan hasratnya?
Kekecewaan
Pemerintahan Jokowi
memiliki hasrat politik untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5% sampai 6% melalui pengadaan kereta cepat, tetapi karena Pemerintahan Jokowi terlanjur berharap proyek kereta cepat dapat terlaksana dengan mulus malah memunculkan beragam macam kekecewaan.
Pertama,
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merasa kecewa dengan proyek kereta cepat Jokowi, karena banyak
syarat proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang tidak dipenuhi, termasuk
melanggar aturan.
Kedua,
Aktivis Petisi 28, Haris Rusly, melihat potensi ancaman dalam proyek
pembangunan kereta cepat karena proyek tersebut bergantung kepada utang luar
negeri yang berasal dari China.
“Pembangunan
infrastruktur yang bergantung sepenuhnya pada utang luar negeri sangat
membahayakan, jika China mengalami krisis ekonomi, maka tak hanya proyek
tersebut yang mangkrak, bahkan Pemerintahan Jokowi juga turut mangkrak di
tengah jalan,” katanya.
“Yang lebih mengerikan
adalah nasib rakyat, bangsa dan negara Indonesia yang terlilit utang luar
negeri juga terseret turut terbengkalai,hal seperti inilah yang membuat saya
kecewa melihat rezim ini” ujarnya kepada Poskota News, Senin (25/1/2016).
Ketiga,
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Hermanto Dwiatmoko, mengatakan
bahwa rancang bangun proyek Kereta cepat yang diajukan PT Kereta Cepat Indonesia China
ternyata hanya 60 tahun. Padahal Indonesia
menginginkan masa pakainya bisa setidaknya 100 tahun.
Keempat,
Direktur Institut Studi Transportasi Darmaningtyas menyatakan tidak ada gunanya
membangun Kereta Cepat Jakarta Bandung jika menciptakan kesenjangan
infrastruktur antar pulau.
Kelima,
Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) RI menolak dan mendesak pemerintah membatalkan proyek
Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang menelan biaya sekitar Rp75 triliun.
Proyek yang digagas
oleh Rini Soemarno Menteri BUMN tersebut dinilai tidak prioritas, merugikan
negara dan melanggar UU Tata Ruang. Bahkan disebut sebagai proyek properti
yaitu perumahan sepanjang jalan kereta cepat itu sendiri, sehingga proyek kereta cepat
tersebut hanya sebagai kamuflase untuk proyek perumahan yang sesungguhnya.
Apalagi kata Mawardi
[Anggota DPD asal Jatim], biaya Rp75 triliun itu tetap menjadi beban negara
selama 40 tahun ke depan, dan akan merugikan negara jika jumlah itu tidak
terbayar, akibat proyek itu merugi. Lagi pula, China itu kurang kompeten
dibanding Jepang, Perancis, Jerman, dan Inggris dalam menangani kereta cepat
tersebut.
Selain itu kata
Mawardi, pembangunan infrastruktur di luar Jawa lebih penting dibanding kereta
cepat, yang kurang manfaat. Utang luar negeri RI juga terus bertambah, maka
sebaiknya Presiden Jokowi merealisasikan pembangunan infrastruktur di Papua,
Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, NTT, NTB dan lain-lain.
Berdasarkan uraian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa “Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang merupakan Kebijakan Jokowi ternyata telah
menimbulkan banyak kekecewaan sehingga terkesan tidak efektif apabila dijalankan, karena:[1] merugikan bangsa sendiri, [2]
jawasentris, dan [3] penyusunan rencana pembangunan kereta cepat telah
melanggar prinsip tata kelola dan kehati-hatian penyelenggaraan negara yang
baik atau good governance sehingga tidak sesuai dengan nawacita Jokowi”.
Nawacita
Jokowi
Pasangan Joko
Widodo-Jusuf Kalla telah merancang sembilan agenda prioritas. Sembilan agenda
prioritas itu disebut Nawa Cita. Agenda ini digagas untuk menunjukkan prioritas
jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri
dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Berikut inti dari
sembilan agenda tersebut yang disarikan dari situs www.kpu.go.id:
1.
Menghadirkan
kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada
seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan
nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu
yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara
maritim.
2. Membuat
pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih,
efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya
memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan
melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu,
dan lembaga perwakilan.
3. Membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan.
4. Menolak
negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas
korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5. Meningkatkan
kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan
pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan
"Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program
kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun
murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
6. Meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa
Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
7. Mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik.
8. Melakukan
revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum
pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang
menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah
pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela
negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
9. Memperteguh
kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat
pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.
3
Masalah Hukum Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Jokowi
Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia (PSHK) melihat terdapat tiga persoalan hukum terkait
pelaksanaan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. Hal itu diutarakan
Peneliti PSHK Muhammad Faiz Aziz dalam siaran persnya yang diterima
hukumonline, Minggu (31/1).
Masalah pertama, lanjut
Aziz, adanya permintaan dari pihak Tiongkok terhadap pemerintah Indonesia soal
pemberian jaminan pemerintah dan alokasi pembagian risiko proyek kereta cepat.
Menurutnya, permintaan ini tak sesuai dengan Peraturan Presiden No. 107 Tahun
2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan sarana Kereta Cepat
Antara Jakarta dan Bandung.
Bukan hanya itu,
permintaan Tiongkok ini juga tak sesuai dengan komitmen awal antara Indonesia
dan Tiongkok, yang sebelumnya tidak memasukkan penjaminan pemerintah Indonesia
sebagai bagian dari kesepakatan. Menurutnya, sikap inkonsisten ini berpotensi
merugikan keuangan negara apabila proyek mengalami kegagalan atau kerugian
dalam operasionalisasinya.
Masalah hukum kedua
berkaitan dengan permintaan hak ekslusif atau monopoli jalur kereta cepat
Jakarta Bandung. Aziz menilai, permintaan ini bertentangan dengan amanat
non-ekslusif yang tercantum dalam dua UU, yakni UU No. 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian dan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Pengadaan dan
penyediaan infrastruktur harus mematuhi semangat dalam kedua UU tersebut,”
tulis Aziz.
Persoalan hukum yang
ketiga, kata Aziz, berkaitan dengan pelaksanaan groundebreaking dan belum
lengkapnya dokumen perizinan. Ia tak menampik, persoalan ini tak diatur secara
tegas dalam peraturan, namun setidaknya pelaksanaan groundbreaking dilakukan
setelah kedua pihak melengkapi seluruh dokumen hukum dan perizinan yang
menunjukkan adanya kepastian pembangunan proyek ini.
Menurutnya, aktivitas
groundbreaking memicu pesan bahwa proyek kereta cepat pasti dilaksanakan
meskipun dokumen hukum dan perizinannya belum selesai. Ia mengingatkan, ada
konsekuensi sanksi pidana bagi pihak yang melakukan pembangunan dan operasional
perkeretaapian tanpa perizinan yang sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 188
UU No. 23 Tahun 2007.
Pasal 188
Badan usaha
yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum yang tidak memiliki izin
usaha, izin pembangunan dan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan pidana denda
paling banyak Rp2 miliar.
Atas tiga persoalan
tersebut, PSHK meminta pemerintah Indonesia untuk konsisten menolak permintaan
jaminan atas penyediaan infrastruktur proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Pemerintah wajib mematuhi Pasal 4 ayat (2) Perpres No. 107 Tahun 2015 terkait
dengan tidak akan digunakannya APBN dalam pembangunan proyek ini dan tidak disediakannya
jaminan pemerintah.
PSHK juga meminta
pemerintah Indonesia untuk menolak hak ekslusif atau monopoli yang berpotensi
melanggar UU No. 5 Tahun 1999. Kemudian, pihaknya juga meminta pemerintah
Indonesia untuk menghentikan sementara pelaksanaan proyek kereta cepat
hingga perjanjian konsesi final sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan seluruh dokumen hukum serta perizinan terkait proyek ini telah
lengkap.
Memang
Harus Dihentikan
Dari hasil telaah
penulis sementara, selain masalah yang diuraikan oleh pihak Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia (PSHK), tidak sedikit para pengamat menolak keberadaan kereta
cepat Jakarta-Bandung Jokowi ini dengan alasan sebagai berikut:
1.
Kereta Cepat Jakarta-Bandung Jokowi Tidak Efektif
Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarna
menilai bahwa pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung belum mendesak.
Apalagi proyek tersebut dibangun dengan utang dari negeri Tirai Bambu. Alasan
lainnya adalah kondisi transportasi di dalam kota Jakarta dan Bandung belum
lancar, sehingga kereta api cepat tidak akan efektif dalam mendukung sistem
transportasi.
Selain itu Djoko juga beralasan,
seandainya kereta cepat tidak dibarengi dengan transportasi massal
perkotaan yang baik, maka tidak akan efektif.
2. Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Jokowi Tidak Efisien
Pengamat Transportasi Darmaningtyas
mengatakan, pembangunan kereta cepat akan mematikan jalur kereta yang
sudah ada sehingga dianggap sebagai hal yang mubazir.
Menurut dia, jika tujuannya agar dapat
menambah kapasitas angkut dari kereta, maka akan lebih baik dengan menambah
jalur kereta yang sudah ada sehingga bisa menambah jumlah kereta yang melintas.
Darmaningtyas mengungkapkan, jika tetap
ingin membangun proyek tersebut, maka harus diprioritaskan untuk kereta dengan
jarak jauh, seperti Jakarta-Surabaya. Sebab jika dibangun pada jalur yang
pendek seperti Jakarta-Bandung, maka hal tersebut dianggap tidak perlu karena
sudah ada jalur kereta api yang dibuat oleh Pemerintah Belanda.
Kemudian Darmaningtyas juga menyatakan,
proyek ini lebih baik dibangun oleh pihak swasta sehingga tidak menjadi beban
bagi keuangan negara.
3. Kereta Cepat Jakarta-Bandung Jokowi Menimbulkan Ketimpangan Infrastruktur
Pengamat Transportasi Darmaningtyas saat
dikonfirmasi BBC Indonesia di Jakarta pada Kamis (03/09/2015), mengatakan bahwa pembangunan
infrastruktur canggih sekelas kereta super akan semakin membuat
timpang perbedaan infrastruktur antara Pulau Jawa dan luar Jawa, tak konsisten
dengan rencana Presiden Jokowi selama ini untuk membangun proyek-proyek
infrastruktur di luar Jawa untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan kereta cepat juga
menurutnya akan menambah beban lingkungan terhadap Pulau Jawa yang sudah padat
penduduk dan banyak mengalami alih fungsi lahan-lahan produktifnya.
4.
Kereta Cepat Jakarta-Bandung Jokowi Tidak Layak Diteruskan
Menurut Faisal Basri, proyek kereta
cepat adalah proyek sesat pikir dan tidak layak diteruskan.
Faisal Basri berkeyakinan bahwa proyek kereta cepat
Jakarta-Bandung ini akan ditolak oleh berbagai kalangan. Dan Faisal Basri juga
menambahkan bahwa “akal sehat saja sulit menerima keberadaan kereta Cepat
Jakarta-Bandung ini karena mau cepat seperti apa kalau singgah di lima lokasi?
Baru tancap gas sudah harus segera mengerem."
Berdasarkan uraian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa “Kebijakan Jokowi mengenai Kereta
Cepat Jakarta-Bandung,memang harus di hentikan karena sudah tidak sesuai dengan
Nawacitanya Jokowi”.
Daftar
Pustaka
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/21/0754454/.Nawa.Cita.9.Agenda.Prioritas.Jokowi-JK
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/pakar-kereta-cepat-proyek-sesat-pikir-dan-bebani-anak-cucu
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150903_indonesia_kereta_cepat
http://jurnalpolitik.com/2016/02/09/mengapa-kereta-api-cepat-jakarta-bandung-dibutuhkan-temukan-jawabannya-di-sini/4/
http://bisnis.liputan6.com/read/2071866/kereta-cepat-disebut-proyek-yang-mubazir
http://ekbis.sindonews.com/read/1083279/34/proyek-kereta-cepat-diragukan-akan-berjalan-mulus-1454729151
http://ekbis.sindonews.com/read/1084819/34/alasan-pemerintah-jokowi-bangun-kereta-cepat-jakarta-bandung-1455272619
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160203_indonesia_kereta_cepat
http://poskotanews.com/2016/01/25/aktivis-kritik-jokowi-soal-proyek-ka-cepat-jakarta-bandung/
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56af007905828/3-masalah-hukum-proyek-kereta-cepat-jakarta-bandung